Bayangan

Apalagi yang bisa aku tuliskan tatkala jejak-jejak ini tak lagi seindah uraian puisi, Ia serupa pena mati. Sepagi ini, dengan tirani dedaunan yang dibasahi oleh doa di waktu duhaku. Rindu menelusup ke jiwa-jiwa yang dipenuhi rindu, memainkan gelombang aksara merambat perlahan membentuk bayangan menyerupaimu. Kau dan aku duduk berdampingan di ujung taman paling sunyi, burung-burung berkicau dari dalam sarangnya, musim dingin menjadi saksi pertemuan dua hati yang terpisah oleh jutaan kilo meter jarak. Ini kamu dan aku. Kita. "Maaf," katanya pelan. "Maaf? Untuk apa minta maaf. Kamu tidak punya salah apa-apa padaku." Kataku seraya tersenyum padanya. Walau dia menunduk dan tak menatapku tapi aku tetap menatapnya. "Maaf aku telah membiarkanmu menunggu terlalu lama." Gumamnya, lalu menatap mataku tajam. Kau tahu sayangku, sahabat hidupku, belahan jiwaku. Tatapanmu ini akan menyakitkan sekali, sebab ketika aku tersadar kau hanya ada dalam lamunanku. Apa...