Bayangan
Apalagi yang bisa aku tuliskan
tatkala jejak-jejak ini tak lagi seindah uraian puisi,
Ia serupa pena mati. Sepagi ini, dengan tirani dedaunan yang dibasahi oleh doa di waktu duhaku. Rindu menelusup ke jiwa-jiwa yang dipenuhi rindu, memainkan gelombang aksara merambat perlahan membentuk bayangan menyerupaimu. Kau dan aku duduk berdampingan di ujung taman paling sunyi, burung-burung berkicau dari dalam sarangnya, musim dingin menjadi saksi pertemuan dua hati yang terpisah oleh jutaan kilo meter jarak. Ini kamu dan aku. Kita.
"Maaf," katanya pelan.
"Maaf? Untuk apa minta maaf. Kamu tidak punya salah apa-apa padaku." Kataku seraya tersenyum padanya. Walau dia menunduk dan tak menatapku tapi aku tetap menatapnya.
"Maaf aku telah membiarkanmu menunggu terlalu lama." Gumamnya, lalu menatap mataku tajam.
Kau tahu sayangku, sahabat hidupku, belahan jiwaku. Tatapanmu ini akan menyakitkan sekali, sebab ketika aku tersadar kau hanya ada dalam lamunanku. Apalah artinya bayangan atau memang ini wujud dari dirinya, aku membiarkan ia memeluk rinduku. Sejenak untuk menguatkan. Aku berbisik dalam hatiku, saat dia menatap mataku, yang aku rasa aliran darahku mengalir deras, jantungku berdetak lebih cepat, dan aku terkagum-kagum betapa beruntungnya aku memiliki dia, aku melihat bintang di matanya. Bersinar terang, ia akan menghiasi hidupku yang jauh dari kata sempurna.
"Kenapa diam? Kau marah?" Tanyanya lagi. Aku tersenyum.
"Tidak marah? Aku hanya sedang berpikir." Jawabku seraya mengalihkan pandangan ke arah timur.
"Apa yang kau pikirkan,?" Tanyanya.
"Aku memikirkan andaikata nanti aku telah menemukanmu, kamu telah menemukanku. Dan kita saling menemukan. Aku ingin kau dan aku, kita. Bisa berbagi suka, duka, bahagia, sedih. Berbagi segala hal berdua. Menghadapi sulitnya hidup sama-sama. Iya hanya milik kita berdua, kau dan aku." Jawabku.
"Aku sedang berjuang, bangkit dan berdiri lalu berlari menuju puncak. Aku tau kau disana. Terlebih dulu aku harus mengembara ke tempat-tempat lain untuk memastikan apakah kau benar-benar disana." Kataku lagi. Bahkan aku tidak memberikan dia ruang untuk bicara.
"Aku percaya kamu ada. Aku tidak menyerah untuk bertemu denganmu. Aku berjuang memantaskan diri menjadi yang terbaik untukmu. Gagal ku coba lagi, jatuh, ku berusaha bangkit sendiri. Tidak mudah. Tapi aku mencintaimu dan aku percaya kau juga mencintaiku. Dan cinta memberikanku tujuan yang baik dan juga cinta yang akan menpertemukan kita." Tambahku.
"Tapi aku bukan siapa...."
"Aku mencintaimu apa adanya. Dan akan menemanimu pada waktunya. Aku tidak ingin kamu menjadi apa-apa, cukup jadilah dirimu sendiri. Aku mencintaimu atas dasar cinta bukan siapa kamu." Ujarnya memotong kata-kataku. Kedua tangannya mengenggam erat tanganku lalu kita saling beradu pandang, aku belum pernah melihat samudera cinta dari bening mata seorang laki-laki. Ini adalah hadiah terindah yang telah Allah berikan padaku.
Mataku terpejam, hangat peluknya terasa mendamaikan. Lalu berlahan ku buka mataku, dia sudah pergi. Entah kapan akan kembali, yang pasti aku percaya, dia akan kembali dan menjemput impianku.
Impianku, impiannya, kita buat istana sederhana yang di dalamnya di penuhi dengan cinta. Aku ingin memiliki itu di dunia, lalu di akhirat juga.
"Sebab bersamamu di dunia saja itu tidak cukup."
tatkala jejak-jejak ini tak lagi seindah uraian puisi,
Ia serupa pena mati. Sepagi ini, dengan tirani dedaunan yang dibasahi oleh doa di waktu duhaku. Rindu menelusup ke jiwa-jiwa yang dipenuhi rindu, memainkan gelombang aksara merambat perlahan membentuk bayangan menyerupaimu. Kau dan aku duduk berdampingan di ujung taman paling sunyi, burung-burung berkicau dari dalam sarangnya, musim dingin menjadi saksi pertemuan dua hati yang terpisah oleh jutaan kilo meter jarak. Ini kamu dan aku. Kita.
"Maaf," katanya pelan.
"Maaf? Untuk apa minta maaf. Kamu tidak punya salah apa-apa padaku." Kataku seraya tersenyum padanya. Walau dia menunduk dan tak menatapku tapi aku tetap menatapnya.
"Maaf aku telah membiarkanmu menunggu terlalu lama." Gumamnya, lalu menatap mataku tajam.
Kau tahu sayangku, sahabat hidupku, belahan jiwaku. Tatapanmu ini akan menyakitkan sekali, sebab ketika aku tersadar kau hanya ada dalam lamunanku. Apalah artinya bayangan atau memang ini wujud dari dirinya, aku membiarkan ia memeluk rinduku. Sejenak untuk menguatkan. Aku berbisik dalam hatiku, saat dia menatap mataku, yang aku rasa aliran darahku mengalir deras, jantungku berdetak lebih cepat, dan aku terkagum-kagum betapa beruntungnya aku memiliki dia, aku melihat bintang di matanya. Bersinar terang, ia akan menghiasi hidupku yang jauh dari kata sempurna.
"Kenapa diam? Kau marah?" Tanyanya lagi. Aku tersenyum.
"Tidak marah? Aku hanya sedang berpikir." Jawabku seraya mengalihkan pandangan ke arah timur.
"Apa yang kau pikirkan,?" Tanyanya.
"Aku memikirkan andaikata nanti aku telah menemukanmu, kamu telah menemukanku. Dan kita saling menemukan. Aku ingin kau dan aku, kita. Bisa berbagi suka, duka, bahagia, sedih. Berbagi segala hal berdua. Menghadapi sulitnya hidup sama-sama. Iya hanya milik kita berdua, kau dan aku." Jawabku.
"Aku sedang berjuang, bangkit dan berdiri lalu berlari menuju puncak. Aku tau kau disana. Terlebih dulu aku harus mengembara ke tempat-tempat lain untuk memastikan apakah kau benar-benar disana." Kataku lagi. Bahkan aku tidak memberikan dia ruang untuk bicara.
"Aku percaya kamu ada. Aku tidak menyerah untuk bertemu denganmu. Aku berjuang memantaskan diri menjadi yang terbaik untukmu. Gagal ku coba lagi, jatuh, ku berusaha bangkit sendiri. Tidak mudah. Tapi aku mencintaimu dan aku percaya kau juga mencintaiku. Dan cinta memberikanku tujuan yang baik dan juga cinta yang akan menpertemukan kita." Tambahku.
"Tapi aku bukan siapa...."
"Aku mencintaimu apa adanya. Dan akan menemanimu pada waktunya. Aku tidak ingin kamu menjadi apa-apa, cukup jadilah dirimu sendiri. Aku mencintaimu atas dasar cinta bukan siapa kamu." Ujarnya memotong kata-kataku. Kedua tangannya mengenggam erat tanganku lalu kita saling beradu pandang, aku belum pernah melihat samudera cinta dari bening mata seorang laki-laki. Ini adalah hadiah terindah yang telah Allah berikan padaku.
Mataku terpejam, hangat peluknya terasa mendamaikan. Lalu berlahan ku buka mataku, dia sudah pergi. Entah kapan akan kembali, yang pasti aku percaya, dia akan kembali dan menjemput impianku.
Impianku, impiannya, kita buat istana sederhana yang di dalamnya di penuhi dengan cinta. Aku ingin memiliki itu di dunia, lalu di akhirat juga.
"Sebab bersamamu di dunia saja itu tidak cukup."
Komentar
Posting Komentar