Surat Tanpa Nama 2

Chapter 2 
Puisi Tak Bersajak 
Hong Kong, 14 Februari 2015

Teruntuk engkau separuh hatiku. Apa kabar? 
Ku harap engkau selalu bahagia disana. Ini seuntai puisi tak bersajak, bayangkan saja apa jadinya pabila Sang Penyair kehilangan sajak-sajak puitisnya yang dipenuhi argumen romantisme. Tapi tidak sayang, tidak. Jelas alasan itu tak akan berpengaruh terhadapku, terhadapmu terhadap kita. Karena kau dan aku telah mendapat pengetahuan lebih dari cukup tentang pertumbuhan cinta; kau atau aku  sama-sama pernah merasakan yang namannya jatuh cinta, bukan? Lalu menikmati rasa pahit dan manisnya, kita menanam sebuah bibit harapan kedalam jiwa berharap ilalang tak merusak pertumbuhannya, tapi kita ini manusia biasa sedangkan yang menentukan tumbuh atau tidaknya sebuah bibit-harapan hanyalah yang Maha kuasa, kita bisa apa jika bibit harapan tersebut  tak bisa bertumbuh karena musim panas menelannya cepat. 

Sayang. Apakah engkau masih ragu tahukah engkau, cintaku lebih besar dari  ragumu itu? 
Datanglah, peluklah aku, disini rumah untuk hatimu, aku akan memberikan yang terbaik untukmu, segalanya milikmu, kemarilah dekap hatiku dia akan memainkan melody rindu selanjutnya kan ku biarkan engkau lelap dalam pelukku. Pada puisi tanpa sajak ini kita berbincang -bincang melalui celah-celah keheningan malam dalam lembutnya perasaan dan tulusnya asa. 

Lalu aku,? 
Ya, aku mencoba menerjemahkan puisi sastra dunia yang sulit di terjemahkan pencinta ke dalam bahasa rasa. 

Sayang. Kau pasti tahu bahwa 14 Februari adalah hari kasih sayang, penduduk bumi sedang berpesta di malam ini, lalu bumi telah di jatuhi meteor berbentuk love dari planet cinta.  Kalau kau tahu diluar sana ada ribuan sejoli sedang dimabuk asmara, menikmati irama musik dan berdangsa ria. 

Namun kau dan aku berbeda, kita lebih memilih gua daripada keramain kota. Kau dan aku menginginkan suasana hangat yang berbeda dari jutaan manusia, kau dan aku ingin mendapatkan tempat paling nyaman dan menjauhkan diri dari kebisingan, bukan? Aku tahu kau benci keramaian, aku tahu sayang,  kau lebih suka tempat yang menenangkan. Maka, dimalam yang penuh bintang-bintang berbentuk hati. Aku, Jingga. Mengundangmu datang sejenak kemari, berdangsa denganku diatas permadani Tuan Putri. Selanjutnya kita akan menikmati malam panjang dengan sepasang cangkir capucino. Bersandarlah sebentar, labuhkan kapalmu sejenak saja, untuk menemui ku, wanitamu yang paling tabah dari sekian wanita yang tabah. 

Sayang.. 
Malam semakin larut, aku sendirian dalam gua cintaku. Menantimu namun kau tak kunjung datang, hingga ku putuskan menulis surat ini untuk engkau dan seperti biasa esok akan ku titipkan pada burung laut. Jikalau memang engkau tak datang malam ini aku tak akan marah karena aku tahu, perjalanan melalui laut tidak semudah perjalanan melalui darat dan udara. Mungkin saja ada perihal lain yang tak bisa membuatmu sandar di dermaga sunyi ini, kau mungkin punya alasan tersendiri. Ya sudahlah, kalau begitu untuk mengusir kecewa akan ku mainkan dawai biolaku, nada kesukaanmu; “Sail Over Seven Seas,” 

Udara semakin dingin, lalu ku putuskan untuk menghentikan biolaku untuk berdawai. Aku meneruskan menulis surat untukmu lagi, melanjutkan cerita tentang kecewannya hati. Apa yang hendak ku katakan sekarang,? Apakah aku harus mengatakan sejujurnya padamu; Aku ingin sekali mengemukakan ribuan pertanyaan yang kini sedang menari-nari diatas kecewaku. Aku ingin bertanya kepadamu perihal penantian dan kesabaran seluas samudera dan seluas langit. Tapi aku lebih memilih menyimpan tanya itu pada loker hati. Biar tanya itu tersimpan disana sampai ia temukan jawabannya sendiri. 
Setelah itu aku merasa tak berdaya, aku hanya ingin terlelap dalam pelukmu. Ragu mulai mengoyak percayaku. Tak ada kopi yang lebih pahit kecuali kopilih  pergi. Maka dari itu aku tak ingin menyeduh kopi tanpa dicampur dengan capucino dan gula. Sebentar, aku akan meneguk secangkir capucino. 

Sungguh, malam ini begitu dingin bukan? ketika aku menulis surat untukmu ini, ada rasa yang beku. Tapi dalam hati meyakini kau akan datang, berdansa denganku cairkan kebekuan jiwa. Aku masih berharap itu. Sayang, ya aku masih percaya kau pasti datang, karena kau tak akan membiarkan rembulanmu tak bersinar lagi. 

Kukira, malam ini aku dalam keadaan baik. Tapi nyatanya tidak sayang. Ada rasa sakit yang seakan ingin membunuhku perlahan. Bagaikan pedang yang menusuk hatiku. Sakit. 
Namun penaku tetap ingin menuliskan banyak kata untukmu tanpa memperdulikan lagi sakit yang mendera. Entahlah mungkin ada cinta yang menguatkan hingga rasa sakit itu selalu bisa ku tahan. Dan perlahan aku sandarkan kepalaku didinding gua cinta, memejam sejenak menikmati irama musik biola “My Heart Will Go On,” dan selanjutnya aku terlelap dalam tidur. 

Terasa ada sosok yang mengelus rambutku, menyentuh pipiku lembut, walau terasa tangannya begitu kasar seperti karang dilautan. Tapi sentuhan tangan itu  begitu lembut, dan ku pikir, aku sudah tahu tentang tulus itu seperti apa? Iya-seperti tanganmu ketika menyentuh pipiku. Atau kecupan manis yang segaja kau labuhkan di keningku. Aku tak mau membuka mata, karena tak ingin kecewa diesok hari, datangmu tak lebih dari sekedar mimpi, atau imagi ketika aku terjaga diluar mimpi.

Apakah engkau merasakannya sayang? Gelombang rindu yang menggetarkan hatimu hingga malam ini kau putuskan untuk sandar didermaga sunyi ini, lalu engkau datang menemui aku wanitamu yang dilanda gundah. Suka-cita penuh cinta pada 14 Februari, tak ingin cepat berlalu hingga ku putuskan untuk menatap wajahmu yang ku tunggu-tunggu.
“Apa aku sedang terlihat menganggumu,?” Kau bertanya lembut, lirih. Kau membuat degup jantungku berdawai indah. Aku hanya tersenyum menatapmu tanpa kata. 
“Kau tak ingin memeluk ku,?” Tanyamu dengan senyum paling manis diantara yang termanis. 
Lagi aku hanya membalas katamu dengan bahasa wajah. Tapi kini aku merentangkan tangan, kau menghampiriku dan menyambut pelukan itu. Selanjutnya kau dan aku berbagi cerita. Dari yang terpenting sampai yang tidak penting. Bila aku menjelaskannya pada surat ini, mungkin penaku akan keburu mengering dan habis. Kau dan aku tidak pernah kehilangan topik untuk sebuah obrolan berdua, bukan? Akan seperti itu sampai kau dan aku menua. 

“Maaf, kiranya aku membuatmu terlalu lama menunggu,” kau berkata dengan tatapan penuh arti. 
“Aku telah mengatakannya padamu, pada dia, dirinya, mereka dan pada penduduk bumi dan penduduk langit. Aku ini miliknya kamu dan akan tetap menantimu dengan keyakinan dan percaya suatu hari; jodoh pasti bertemu- menikah- menua bersama.” 
“Baiklah. Nona manis, maukah engkau berdansa denganku sampai fajar menghangatkan bumi,?” Kau bertanya padaku, seraya engkau ulurkan tangan kananmu padaku. 
“Tanpa kau bertannya, bukankah kau sudah tahu jawabanku; aku tidak bisa berkata ‘tidak’ padamu.” Ujarku seraya menyambut uluran tanganmu. Lalu selanjutnya kita berdansa Layaknya Rama dan Sinta. 

Dalam dekapanmu yang tulus, diiringi irama musik biola yang penuh romantisme. Kau menghujaniku dengan pertanyaan yang kau ingin tau jawabannya dari diriku sendiri. Kau menanyakan perihal hidupku, keluargaku dan pendidikanku. 
Aku ingin kau menyebutkan maksut dari balik tanyamu itu, seperti hendak ku ungkapkan dan ku beritahukan pada engkau; petualangan hidupku tidak semudah yang orang lain lihat.? Dan kau tahu aku sedang memperjuangkan mimpiku dan tetap mendaki dengan caraku sendiri. Terima kasih kapteb hatiku, karena kau telah temaniku malam ini, mencairkan bekunya jiwaku. Menghangatkan harapku dengan cara kau dan aku berdansa untuk membunuh ragu. 

Kringgg... Kringgg.... Kring... Alarm berbunyi keras. Seperti biasa aku terbangun dengan pandangan kosong karena kecewa. Menghela nafas panjang lalu kembali menulis surat ini untukmu, karena nanti pada pukul tujuh aku akan naik kapal very menuju tempat kerja. Dan saat itulah aku bertemu burung laut lalu akan aku titipkan surat kecewa ini untukmu. 

Sayang, sampai disini dulu tulisanku, aku lanjutkan kembali nanti. Kapan-kapan saja, aku akan menulis surat untukmu lagi, menunggu rindu itu membara. Semoga kau selalu dalam lindungan-Nya. Jaga kesehatan sayang. Allah always be with you. 

Dariku Teman hidupmu.. 
Nicma Faneri. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Ke 6

Doyan Jual Mahal! Cewek Leo adalah Zodiak Yang Sulit Ditaklukan.

Cita dan Dendam