Dia Kapten Hatiku
"Dalam rindu, wajahmu serupa senja, Captain of my heart. Sungguh, menutupi air mata dengan bayang hitam yang pekatnya tak lebih pekat dari penantian.
Sudah barang tentu aku mulai menyadari, rasa ini laksana tirani dedauan yang berguguran berserakan tertiup angin. Yakni tak ada artinya sama sekali.
Aku tak perduli pada kenyataan yang entah pahit atau manis. Karena kau merupakan sebuah sajak tak bertepi, denganmu aku ingin melayari bahtera mimpi, iya sebatas mimpi yang menggugah semangat diri.
Semoga kau akan sandar lagi lain hari, di sini, di pelabuhan hati.
Dariku,
Yang selalu rindu."
Lama aku tidak berpuisi, sajakku menghilang seakan karam, pada entah aku dan segenap hatiku selama dua minggu ini terusik oleh perasaan.
Tiba-tiba saja, ada sesuatu
Begitu menganggu ketenanganku, padahal ku tahu diriku fokus menyelesaikan 'surat tanpa nama' novel kedua ku.
Namun untuk menyelesaikan novel tersebut tidak semudah yang aku bayangkan, aku tidak mau terburu-buru jikalau alhasil cerita mengecewakan! Aku menulisnya dengan santai dan sangat menikmati.
Malam ini, hatiku bertanya? Siapakah dia, ada bayangan yang tak asing selalu mengisi mimpiku, dia masa lalu. Apakah aku harus mengatakan: aku masih rindu dan selalu rindu kapten. Kau sandar, kembali sandar dihati. Dan pada akhirnya kita bicara, bercerita tentang rindu, masalalu dan cinta yang karam.
Kau,!
Ahh kau,!
Mengapa kau lakukan. Kau berjanji kita hanya sekadar duduk saja di kedai kopi pinggir pelabuhan ini, namun yang ku lihat lain kapten. Mengapa? Ku tanya mengapa kau memelukku sebegitu erat seakan ada tujuh ratus rindu yang kau tunpahkan ke dalam pelukanmu, dan yang mengejutkan kau mengecup keningku seakan cinta itu masih mekar seperti bunga mawar di kala pagi.
"Aku melihatmu telah bahagia dengan dia," kau mengawali pembicaraan. Seperti biasa gerakmu dingin. Aku hanya tersenyum lalu menyeduh secangkir kopi.
"Rupanya kamu telah banyak berubah," kataku setelah beberapa saat diam.
"Oh iya,? Apakah kamu melihat sosok Justin Bieber didiriku?"
"Salah! Aku melihat sosok Jono Bubel, berkumis, jelek dan seperti itu."
"Haha kamu! Anyway kamu juga berubah. Tambah endut tambah tambah."
"Semua orang pasti akan melewati fase perubahan Jon."
"Ada yang tak bisa berubah Jingga,"
"Apa, jika ada, tolong beritahu aku?"
"Disini," katamu seraya menunjuh jantung hatimu. Aku tersenyum kamu tidak.
"Perasaan dan hati," Katamu lagi.
Kapten, sekali lagi aku katakan. Bahwa ribuan puisi tercipta untukmu, menciptakan ruang kerja dalam jiwaku untuk memulangkan ingatakan tentang segala yang ku lupa mengenai kau masalalu. Adapun jikalau kembali, entah apakah hati kita masih utuh atau,,,
Komentar
Posting Komentar