Kepada Hati Itu

Kepada hati itu atas nama rindu yang tidak lagi mampu ku puisikan lagi dan lagi, cahaya matahari di pagi ini membuatku bersemangat menatap indah dunia. Kemudian atas nama rindu pula berserta ribuan mil jarak menghadang perasaan kau dan aku. Akan aku ceritakan kepadamu yang jauh di sana: Kemarilah, mendekat kepadaku. Kau bisa mengenggam tanganku. Dan aku juga bisa memelukmu setiap waktu jika aku ingin. Dengarkan hatiku akan berbicara padamu. Dan ku harap kau percaya. Sebab tidak ada hal yang paling jujur dalam hidup ini kecuali kata hati itu sendiri. 

Sahabat hatiku, hidup ini memang sebuah pilihan. Hanya ada dua pilihan yang kau dan aku miliki kini: aku bersedia terus bersamamu walau harus mengenggam bara, dan kau pula akan selalu bersamaku memerangi dunia dengan kepala tegak. Dan kita akan melakukannya dengan alasan: atas nama rindu dan cinta. Atau kita saling melepaskan dengan alasan paling lucu: demi kebaikan kita berdua.

Maka dari itu, di pagi yang cerah ini. Aku  mengajakmu berbincang-bincang. Duduk di kedai kopi langgananmu, dan seperti biasa aku akan menemanimu dengan sesekali aku membaca buku yang aku sukai seraya meneguk secangkir teh hangat. Suatu hari kau bertanya padaku. "Nona, mengapa kau tidak menyukai kopi?" 

"Karena ia pahit. Aku tidak suka rasa pahit, tuan." Jawabku. 

"Apa rencanamu hari ini,?" Tanyamu lagi.

"Banyak yang aku rencanakan. Aku ingin mengejar mimpiku sebelum matahari tenggelam di ufuk barat. Kekuatan cahaya matahari selalu memberikan energi positive pada kehidupan. Termasuk tiap jengkal langkah perjalanan ini."

"Dan apa yang kau tunggu, nona? Pergilah. Kenapa kau masih disini menemaniku menikmati pahitnya kopiku."

"Sebab aku masih ingin menatap dalam matamu, dan mengenali rindumu mulai dari matahari terbit hingga ia terbenam lagi, dan aku ingin terus mengingat caramu menatapmu. Bahkan ketika aku dan kau.." kataku tidak ku teruskan lalu aku terdiam kemudian. 

"Bahkan ketika aku dan kau tidak mampu lagi memperjuangkan namaku dan namamu menjadi nama kita." Katamu. Lalu kita saling bertatap mata. Kedua mata yang berkaca-kaca, kedua mata itu melebur jadi satu. Melepaskan rindu dan membiarkan cinta menenggelamkan rasa ke dalam samudera kenyataan. 

"Apa dayaku. Aku ingin memilikimu. Namun rasa ingin ini hanya akan membunuhku, tuan. Kau sudah miliknya dan aku telah memilikinya."

"Bukankah sebelum janur kuning melengkung. Masih milik bersama.? Aku belumlah melabuhkan kapalku di dermaga terakhirku. Nona, aku ini masih melayari tujuh samudera mimpiku. Lalu dermagamu? Adalah tujuan akhirku."

"Aku sangat menyayangimu. Dari dalam hatiku. Jika aku adalah matahari, tidak akan ku biarkan sinarku redup, sebab kau dan aku butuh cahaya itu. Jika aku mawar, aku tidak ingin duriku menyakiti tanganmu. Ada beberapa hal yang ingin aku jaga, persahabatan. Dan bagaimana mungkin aku bersamamu, kamu adalah sahabatku. Sedangkan aku percaya, tidak ada hal yang mampu merusak persahabatan kecuali cinta."

"Jika Tuhan mengizinkan, nona. Aku ingin menjaga cinta yang kau dan aku punya berserta persahabatan di dalamnya."

Kemudian hening. Tentu saja aku dan kau pun saling berpikir sebelum mengambil keputusan tersulit. Bahwa setiap hubungan memiliki tujuan yang jelas. Dan tujuan dari aku dan kamu adalah menikmati kisah cinta yang kau dan aku punya dalam sebuah persahabatan. Namun kau tau ini tidak mudah di jalani, ada hati kekasihmu yang harus kau jaga, dan ada hati kekasihku yang harus ku jaga pula. Jika demikian, apakah kau dan aku bersedia mengorbakan hati itu demi ke egoisan perasaan ingin memiliki. Apakah kau tega menyakiti hati yang tidak bersalah,? 

"Nona. Cinta tidak harus memiliki, bukan?" Katamu setelah meneguk secangkir kopi. Aku tersenyum, kamu tidak.

"Rasa memiliki hanya akan membuat luka. Sebab itulah aku tidak pernah sekalipun berharap pada rasa itu. Biarkan cinta yang ada di dalam hati ini menjadi misteri seperti kemisteriusanmu, tuan."

"Kau selalu saja mengatakan bahwa aku ini misterius. Bukankah kau yang lebih misterius dariku?" Katamu seraya meneguk secangkir kopi hingga tanpa sisa.

"Secangkir kopimu telah habis, tuan. Dan matahari mulai berjalan menuju puncaknya. Aku harus pergi mengejar mimpiku sebelum matahari tenggelam, nanti. Esok andaikata masih ada kesempatan. Aku ingin menemanimu menikmatisecangkir kopimu hingga rembulan hadirkan lagu paling syahdu untuk dua inshan yang rindu akan temu.”

"Selalu banyak kesempatan untuk dua hati yang saling mencintai. Sampai jumpa lagi, nona. Semoga Tuhan melindungimu, semoga perjalananmu di penuhi dengan hal-hal menyenangkan. Semoga hatimu yang baik selalu bahagia.

"Dan semoga doamu yang baik ini berbalik padamu juga. Dan aku aminkan dengan cinta." Kemudian aku memelukmu. Lalu berjalan menuju stasiun kereta. Menunggalkanmu di sebuhakedai kopi langgananmu, dan rasanya aku ingin kembaliuntuk memgatakan bahwa aku memcintaimu lebih darikekasihku. Namun kereta telah berjalan membawaku padastasiun tujuanku. 

Lalu di suatu hari kala kereta beehenti di sebuah stasiun. aku menemukan jawaban yang aku cari. Entah ini sebuah kebenaran atau hatiku sendiri yang memaksa logika untuk menyetujui: Hari ini adalah takdir, sedangkan hari esok masih rencana, sedangkan lusa Allahualam dalam rahasiaNya. Kau hanya perlu tetap berjalan menjadi kamu, bukan sebagai dia, bukan pula sebagai mereka. 
Kau..
Hanya perlu berdiri di atas kakimu sendiri. Ini adalah awal dari perjalanan panjang menapaki jejak kehidupan, menuju puncak impian yang sebenar-benarnya. Setiap makhluk hidup yang memiliki nyawa pasti dia punya mimpi, dan kau salah satunya. Teruslah berjalan, pandang dunia dengan cara pandangmu sendiri. Tetap di jalanmu, tetap dengan mimpimu tanpa merubah ketetapan lama. Biarkan cinta, persahabatan menjadi warna dalam perjalanan itu sendiri.
 **

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Ke 6

Doyan Jual Mahal! Cewek Leo adalah Zodiak Yang Sulit Ditaklukan.

Cita dan Dendam